Adab-Adab Kepada Diri Sendiri
Komplikan oleh Ucu
Suratman, S. Hum.
Maraji / Rujukan:
Minhajul Muslim, Syaikh Abu Bakar Jabir al Jazairi
Penulis: Ustadz Abu Khuzaimah
Minhajul Muslim, Syaikh Abu Bakar Jabir al Jazairi
Penulis: Ustadz Abu Khuzaimah
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang
mensucikan jiwanya dan merugilah orang yang mengotorinya.” (QS.Asy-Syam:
10).
Seorang muslim tentunya menginginkan kehidupan bahagia
baik di dunia maupun di akhirat. Kebahagiaan tersebut tidak mungkin bisa diraih
kecuali dengan jalan memperhatikan kesucian hati. Sebagaimana kesengsaraan di
dunia dan akhirat disebabkan oleh rusak dan kotornya hati. Bukankah Rasulullah Shallallahu
‘alaihi Wasallam telah bersabda dalam suatu hadits:
أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً، إِذَا صَلَحَتْ،
صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ، فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلَا
وَهِيَ الْقَلْبُ
Artinya: “Sesungguhnya di jasad (manusia) ada segumpal daging, bila dia baik maka baiklah seluruh tubuhnya, bila dia rusak, maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah dia adalah Qolbun”. (HR. Bukhari & Muslim)
Kebersihan jiwa bisa didapat dengan jalan memperbaiki keimanan dan beramal sholih, sedangkan yang mengotori jiwa adalah mengerjakan perbuatan buruk berupa dosa dan kemaksiatan. Agar jiwa tetap terjaga kebersihannya, hendaklah seorang muslim memperhatikan adab-adab kepada diri sendiri dalam kesehariannya.
Diantara adab seorang muslim kepada dirinya sendiri agar tetap terjaga kesuciannya adalah sebagai berikut :
1. At Taubah (bertaubat).
Yang dimaksud dengan at taubah adalah meninggalkan
seluruh dosa-dosa dan maksiat, menyesali semua dosa yang telah dikerjakan dan
bertekad kuat tidak akan mengulangi lagi perbuatan dosa tersebut. Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman:
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ
الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman
bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, mudah-mudahan kamu beruntung.” (QS.
An Nur : 31).
Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda:
“Wahai sekalian manusia bertobatlah kalian kepada Allah, karena sesungguhnya
aku bertobat kepada Allah 100 kali sehari.” Padahal Nabi Shallallahu
‘alaihi Wasallamadalah seseorang yang dosa-dosanya telah diampuni Allah,
baik yang terdahulu maupun yang akan datang, maka bagaimanakah seharusnya
amalan orang-orang yang jauh dari zaman kenabian? Tentu lebih utama lagi untuk
banyak-banyak memohon ampunan kepada Allah.
2. Al Muroqobah (merasa diawasi Allah)
Al Muroqobah adalah perasaan senantiasa merasa diawasi
oleh AllahSubhanahu wa Ta’ala dalam segala gerak-geriknya.
Meyakini Allah mengetahui sesuatu yang dirahasiakan, melihat semua perbuatan
yang dia lakukan.
Inilah inti dari ayat:
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنْفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ
Artinya: “Dan ketahuilah bahwa Allah mengetahui apa
yang ada dalam hatimu, maka takutlah kepada-Nya.” (QS. Al Baqarah : 235).
Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda:
“Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Jika engkau
tidak bisa melihat-Nya sesungguhnya Dia melihatmu.” (Muttafaqun ‘Alaih)”.
Ulama-ulama terdahulu sangat memperhatikan hal ini, sehingga mereka merasa
yakin, Allah Maha Melihat segala perbuatan-perbuatannya.
Berikut ini beberapa kisah-kisah orang sholih terdahulu dalam pembahasan ini :
(i). Ditanyakan kepada Al Junayd Rahimahullahu
Ta’ala: “Bagaimana cara menundukkan pandangan?”, beliau berkata: “yaitu
dengan mengetahui bahwa Allah telah lebih dahulu melihat kepadamu sebelum
engkau melihat”.
(ii). Berkata Sufyan As Tsauri Rahimahullahu
Ta’ala: ”Wajib atasmu selalu merasa diawasi oleh Dzat yang tidak
tersembunyi bagi-Nya sesuatu apapun, dan berharap kepada zat yang menepati
janji-Nya dan merasa takut kepada Dzat yang mampu menimpakan adzab.”
(iii). Berkata Ibnul Mubarok Rahimahullahu
Ta’ala kepada seseorang: “Selalulah engkau diatas muroqobah”. Lalu ada
seseorang yang bertanya; “apa itu muroqobah?” maka beliau menjawab: ”Yaitu
engkau senantiasa merasa seakan-akan engkau melihat Allah.”
(iv) Berkata Abdullah bin Dinar Rahimahullahu
Ta’ala: ”Aku keluar bersama Umar bin Al Khaththab Radhiyallahu
‘anhu menuju Makkah, ketika kami melewati suatu jalan, kami bertemu
dengan seorang budak pengembala kambing dari gunung. Lalu Umar berkata
kepadanya, “Wahai budak!, kami ingin membeli kambing-kambing ini” Kata
budak tersebut, “kambing-kambing ini ada pemiliknya”. Lalu Umar berkata,
“katakan kepada tuanmu, kambingnya dimakan serigala” maka kata budak tersebut,
“lalu dimana Allah?” tiba-tiba Umar menangis mendengar jawaban budak tersebut.
Besoknya Umar, menemui tuan budak tadi, lalu membeli budak tersebut dan
memerdekakannya.
Sebagaimana yang disebutkan dalam syair: “Jika engkau
bersendiri pada suatu hari maka janganlah engkau katakan “ aku sendiri”, akan
tetapi katakanlah di sisiku ada pengawas.”
3. Al Muhassabah (introspeksi diri) Tatkala
seseorang hamba beramal sholih siang dan malam untuk meraih kebahagiaan di
negeri akhirat, maka sepantasnya dia mengoreksi amalan-amalan wajibnya, lalu
berikutnya amalan-amalan sunnahnya. Lalu dia mengkoreksi diri atas dosa-dosa
dan maksiat yang telah dia lakukan. Dan tidak lupa dipenghujung hari, dia
bersendiri sesaat untuk mengoreksi amalan-amalannya seharian. Jika ada
kekurangan dalam amalan-amalan wajib maka dia segera menggantinya. Jika dia terjatuh
dalam kesalahan dan dosa dia segera meminta ampun kepada Allah dan mengikutinya
dengan amal sholeh.
Inilah makna muhasabah dan ini termasuk salah satu
cara terbaik untuk mensucikan hati. Dalil wajibnya muhasabah adalah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ
خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman
bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya.” (QS. Hasyr: 18)
Lafadz وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ Ini adalah perintah untuk
mengkoreksi diri atas amalan yang telah dilakukan.
Berikut ini ucapan-ucapan orang-orang shalih tentang
pembahasan ini.
(i). Berkata sahabat Nabi Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu: "Hisaplah diri-diri kalian sebelum kalian dihisab (di hari penghisapan)". Dan Umar tersebut tatkala telah datang malam, memukulkan kakinya dengan tongkat dan berkata kepada dirinya: “Apa saja yang telah engkau lakukan hari ini?”
(i). Berkata sahabat Nabi Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu: "Hisaplah diri-diri kalian sebelum kalian dihisab (di hari penghisapan)". Dan Umar tersebut tatkala telah datang malam, memukulkan kakinya dengan tongkat dan berkata kepada dirinya: “Apa saja yang telah engkau lakukan hari ini?”
Subhanallah, sungguh betapa mulianya amalan orang-orang sholih
pendahulu kita dan betapa jauhnya amalan kita dibanding amalan-amalan mereka.
(ii). Adalah sahabat yang mulia Abu Thalhah Radhiyallahu
'anhu, ketika kebun-kebunnya melalaikannya dari shalat, beliau segera mengeluarkan
shodoqoh dalam rangka mendidik dirinya.
(iii). Dikisahkan tentang Al Ahnaf bin Qois, bahwa
beliau mendatangi api lalu menyentuhkan tangannya ke api tersebut sampai terasa
panasnya. Lalu dia berkata kepada dirinya sendiri: ”Ya Ahnaf, mengapa engkau
melakukan hal ini hari ini?”
(iv). Sebagian dari orang-orang sholih terdahulu
ketika melewati suatu rumah, dia berkata: “Kapan dibangun rumah ini?”.
Kemudian dia menyadari kesalahannya lalu berkata di dalam hati: “Kenapa kamu
menanyakan hal yang bukan kepentinganmu?, aku akan menghukum
diriku dengan berpuasa.” Lalu dia berpuasa.
Demikianlah keadaan orang-orang sholih dari pendahulu
kita. Mereka menghisap diri-diri mereka atas kesahalan yang mereka lakukan,
lalu menyusulkannya dengan amal sholih, karena amal sholih bisa menghapus
kesalahan.
4. Al Mujahadah (bersungguh-sungguh)
Maksudnya seorang muslim menyadari bahwa sebesar-besar
musuh dari musuh-musuh yang ada adalah nafsunya yang berada pada dirinya.
Dimana nafsu tersebut secara tabiat mengajak kepada kejelekan, menjauhi dari
kebaikan dan memerintahkan kepada keburukan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ
بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan),
karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali
nafsu yang diberi rahmat Robbku. Sesungguhnya Robbku Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (QS.Yusuf : 53)
Dengan prinsip Al Mujahadah ini seseorang muslim bersungguh-sungguh untuk memalingkan dirinya dari ajakan nafsu yang mengajak kepada keburukan dan kehinaan serta memaksa dirinya secara sungguh-sungguh untuk melaksanakan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan barangsiapa yang bersungguh-sungguh dalam menempuh jalan kebaikan dan jalan keburukan, maka Allah akan menunjukkan jalan menuju kepada-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ
سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
Artinya: “Dan orang-orang yang berjihad untuk
(mencari keridhoan) kami maka akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan
kami. Dan sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang berbuat baik.” (QS.
Al Ankabut : 60).
Dengan berbekal empat hal tersebut diatas yakni At
Taubah, Al Muroqobah, Al Muhasabah dan Al Mujahadah,
seorang muslim akan mendapatkan kehidupan yang mendatangkan kebahagiaan dunia
dan akhirat. Dengan menjalankan empat hal tersebut dengan sungguh-sungguh
berarti seorang muslim telah menunaikan adab terhadap diri sendiri.
Wallahu Ta’ala A’lam Bisshowwab
Bimbingan Belajarwww.rumahbelajarsukses.blogspot.com
Jalan Pondok Pinang 3 No 29 Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 021 29044776