BREAKING

Artikel

Safar

Latest Posts

Makna Logo DKI Jakarta


Lambang Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta berbentuk sebuah perisai bersegi lima. Dalam perisai ini terlukis sebuah pintu gerbang atau gapura. Di tengahnya ada gambar Monumen Nasional Indonesia (Tugu Nasional) yang di sisi kiri dan kanan dilingkari dengan padi dan kapas. Lalu di bawahnya ada gambar gelombang yang dilukiskan secara stilistis.

Monas atau disebut Monumen Nasional Indonesia adalah sebuah markah tanah Jakarta sehingga dilukiskan di lambang ini. Tugu Nasional ini juga sebagai lambang kemegahan, daya juang dan cipta. Pintu gerbang melambangkan kota, dan kekhususan Jakarta sebagai pintu keluar-masuk kegiatan-kegiatan nasional dan hubungan internasional. Kemudian kapas dan padi melambangkan kemakmuran atau usaha Jakarta yang bertekad mencukupi kebutuhan sandang dan pangan warganya. Tali emas melambangkan pemersatuan dan kesatuan. Gambar gelombang melukiskan lokasi Jakarta di pesisir dan juga Jakarta sebagai kota pelabuhan. Perisai segi lima melambangkan Pancasila. Serta seloka "Jaya Raya" yang merupakan slogan perjuangan Jakarta.

1. Makna Gambar dalam Lambang Provinsi DKI Jakarta
• Pintu Gerbang, adalah lambang Kekhususan Jakarta sebagai pintu keluar masuk kegiatan-kegiatan nasional dan hubungan internasional.
• Tugu Nasional, adalah lambang Kemegahan, Daya Juang dan Cipta.
• Padi dan Kapas, adalah lambang Kemakmuran.
• Ombak Laut, adalah lambang Kota, Negeri Kepulauan.
• Sloka "Jaya Raya", adalah Slogan Perjuangan Jakarta.
• Perisai Segilima, adalah melambangkan Pancasila.

2. Arti Warna Dalam Lambang Provinsi DKI Jakarta
• Warna Emas pada pinggir Perisai, adalah lambang Kemuliaan Pancasila.
• Warna Merah pada Sloka, adalah lambang Kepahlawanan.
• Warna Putih pada Pintu Gerbang, adalah lambang Kesucian.
• Warna Kuning pada Padi, Hijau, Putih dan Kapas, adalah lambang Kemakmuran dan Keadilan.
• Warna Biru, adalah lambang angkasa bebas dan luas.
• Warna Putih, adalah lambang alam laut.

TIBA-TIBA SAKIT TANPA SEBAB


Shahih Fiqih:
📎 TIBA-TIBA SAKIT TANPA SEBAB

🔴 Saudaraku perkah engkau temui berita tentang keracunan masal? Padahal malam hari makanan baru dimasak segar dan bersih dengan porsi besar untuk dihidangkan pada acara pagi harinya..

🔴 Pernahkah pula engkau mendengar seorang yang sehat dan bugar yang sangat jarang sekali sakit, tiba-tiba mendadak sakit parah? Dan itu diketahui tatkala setelah cek lab medis, bahkan terkadang ada yang tidak terdeteksi secara medis..


Rasulullah shalallahu alaihi wasallam telah sampaikan suatu hadits pada kita..

فَإِنَّ فِي السَّنَةِ لَيْلَةٌ يَنـْزِلُ فِيْهَا وَبَاءٌ لاَ يَمُرُّ بِإِناَءٍ لَيْسَ عَلَيْهِ غِطَاءٌ أَوْ سِقَاءٍ لَيْسَ عَلَيْهِ وِكَاءٌ إِلاَّ نَزَلَ فَيْهِ مِنْ ذَلِكَ الْوَبَاءِ .

“Sesungguhnya dalam satu tahun terdapat satu malam yang turun pada malam itu wabah penyakit. Tidaklah wabah itu melewati bejana yang tidak ditutup atau wadah air yang tidak diikat, melainkan wabah itu akan turun padanya." (HR. Bukhari, 3/1195, 3106)


🔴 Bisa jadi itulah diantara sebabnya yaitu lupa/enggan menutup gelas minuman ataupun makanan kita di suatu malam (dimana bertepatan dengan turunnya wabah) tersebut.. Oleh karenanya Nabi Shalallahu alaihi wasallam bersabda :

وَأَوْكُوا الْأَسْقِيَةَ وَخَمِّرُوا الطَّعَامَ وَالشَّرَابَ

“Tutuplah pintu-pintu serta tutuplah bejana serta wadah-wadah makan dan minum kalian." (HR. Bukhori 5624)


وَأَوْكُوا الْأَسْقِيَةَ وَخَمِّرُوا الطَّعَامَ وَالشَّرَابَ وَلَوْ أَنْ تَعْرُضُوا عَلَيْهِ بِعُودٍ

“Tutuplah bejana serta tempat makan dan minum, walaupun hanya engkau taruh sepotong kayu di atasnya." (HR. Ahmad 14597)


👤 Imam An-Nawawi rahimahullah berkata :  "Perintah Nabi Shallallahu alaihi wasallam untuk menutup bejana ini bertujuan untuk memperoleh keselamatan dari gangguan setan. Allah Ta'ala menjadikan hal itu sebagai sebab terhindarnya seorang hamba dari gangguannya, karena setan tidak bisa membuka bejana, jika sebab yang disebutkan tadi (dengan menyebut nama Allah) dilakukan." (Syarah Shahih Muslim, 13/185)


Tutuplah makan dan minummu.. jika tak engkau jumpai satu tutup pun untuk menutup, maka tutuplah dengan ranting/pen/pensil dan sebutlah nama Allah saat menutupnya..

Semoga Allah menjaga kita dalam kebaikan dan kesehatan..

___________

✍ Penyusun | Abdullah bin Suyitno (عبدالله بن صيتن)

Bimbingan Belajar
www.rumahbelajarsukses.blogspot.com
Jalan Pondok Pinang 3 No 29 Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 021 29044776

Karena Ukuran Kita Tak Sama


Karena Ukuran Kita Tak Sama

Oleh Salim A. Fillah    

"seperti sepatu yang kita pakai, tiap kaki memiliki ukurannya
    memaksakan tapal kecil untuk telapak besar akan menyakiti
    memaksakan sepatu besar untuk tapal kecil merepotkan
    kaki-kaki yang nyaman dalam sepatunya akan berbaris rapi-rapi"

Seorang lelaki tinggi besar berlari-lari di tengah padang. Siang itu, mentari seakan didekatkan hingga sejengkal. Pasir membara, ranting-ranting menyala dalam tiupan angin yang keras dan panas. Dan lelaki itu masih berlari-lari. Lelaki itu menutupi wajah dari pasir yang beterbangan dengan surbannya, mengejar dan menggiring seekor anak unta.

Di padang gembalaan tak jauh darinya, berdiri sebuah dangau pribadi berjendela. Sang pemilik, ’Utsman ibn ‘Affan, sedang beristirahat sambil melantun Al Quran, dengan menyanding air sejuk dan buah-buahan. Ketika melihat lelaki nan berlari-lari itu dan mengenalnya,

“Masya Allah” ’Utsman berseru, ”Bukankah itu Amirul Mukminin?!”

Ya, lelaki tinggi besar itu adalah ‘Umar ibn Al Khaththab.

”Ya Amirul Mukminin!” teriak ‘Utsman sekuat tenaga dari pintu dangaunya,

“Apa yang kau lakukan tengah angin ganas ini? Masuklah kemari!”

Dinding dangau di samping Utsman berderak keras diterpa angin yang deras.

”Seekor unta zakat terpisah dari kawanannya. Aku takut Allah akan menanyakannya padaku. Aku akan menangkapnya. Masuklah hai ‘Utsman!” ’Umar berteriak dari kejauhan. Suaranya bersiponggang menggema memenuhi lembah dan bukit di sekalian padang.

“Masuklah kemari!” seru ‘Utsman,“Akan kusuruh pembantuku menangkapnya untukmu!”.

”Tidak!”, balas ‘Umar, “Masuklah ‘Utsman! Masuklah!”

“Demi Allah, hai Amirul Mukminin, kemarilah, Insya Allah unta itu akan kita dapatkan kembali.“

“Tidak, ini tanggung jawabku. Masuklah engkau hai ‘Utsman, anginnya makin keras, badai pasirnya mengganas!”

Angin makin kencang membawa butiran pasir membara. ‘Utsman pun masuk dan menutup pintu dangaunya. Dia bersandar dibaliknya & bergumam,

”Demi Allah, benarlah Dia & RasulNya. Engkau memang bagai Musa. Seorang yang kuat lagi terpercaya.”

‘Umar memang bukan ‘Utsman. Pun juga sebaliknya. Mereka berbeda, dan masing-masing menjadi unik dengan watak khas yang dimiliki.

 ‘Umar, jagoan yang biasa bergulat di Ukazh, tumbuh di tengah bani Makhzum nan keras & bani Adi nan jantan, kini memimpin kaum mukminin. Sifat-sifat itu, keras, jantan, tegas, tanggungjawab & ringan tangan turun gelanggang – dibawa ‘Umar, menjadi ciri khas kepemimpinannya.

Utsman, lelaki pemalu, anak tersayang kabilahnya, datang dari keluarga bani ‘Umayyah yang kaya raya dan terbiasa hidup nyaman sentausa.

’Umar tahu itu. Maka tak dimintanya ‘Utsman ikut turun ke sengatan mentari bersamanya mengejar unta zakat yang melarikan diri. Tidak. Itu bukan kebiasaan ‘Utsman. Rasa malulah yang menjadi akhlaq cantiknya. Kehalusan budi perhiasannya. Kedermawanan yang jadi jiwanya. Andai ‘Utsman jadi menyuruh sahayanya mengejar unta zakat itu; sang budak pasti dibebaskan karena Allah & dibekalinya bertimbun dinar.

Itulah ‘Umar. Dan inilah ‘Utsman. Mereka berbeda.

Bagaimanapun, Anas ibn Malik bersaksi bahwa ‘Utsman berusaha keras meneladani sebagian perilaku mulia ‘Umar sejauh jangkauan dirinya. Hidup sederhana ketika menjabat sebagai Khalifah misalnya.

“Suatu hari aku melihat ‘Utsman berkhutbah di mimbar Nabi ShallaLlaahu ‘Alaihi wa Sallam di Masjid Nabawi,” kata Anas . “Aku menghitung tambalan di surban dan jubah ‘Utsman”, lanjut Anas, “Dan kutemukan tak kurang dari tiga puluh dua jahitan.”

Dalam Dekapan ukhuwah, kita punya ukuran-ukuran yang tak serupa. Kita memiliki latar belakang yang berlainan. Maka tindak utama yang harus kita punya adalah; jangan mengukur orang dengan baju kita sendiri, atau baju milik tokoh lain lagi.

Dalam dekapan ukhuwah setiap manusia tetaplah dirinya. Tak ada yang berhak memaksa sesamanya untuk menjadi sesiapa yang ada dalam angannya.

Dalam dekapan ukhuwah, berilah nasehat tulus pada saudara yang sedang diberi amanah memimpin umat. Tetapi jangan membebani dengan cara membandingkan dia terus-menerus kepada ‘Umar ibn ‘Abdul ‘Aziz.

Dalam dekapan ukhuwah, berilah nasehat pada saudara yang tengah diamanahi kekayaan. Tetapi jangan membebaninya dengan cara menyebut-nyebut selalu kisah berinfaqnya ‘Abdurrahman ibn ‘Auf.

Dalam dekapan ukhuwah, berilah nasehat saudara yang dianugerahi ilmu. Tapi jangan membuatnya merasa berat dengan menuntutnya agar menjadi Zaid ibn Tsabit yang menguasai bahawa Ibrani dalam empat belas hari.

Sungguh tidak bijak menuntut seseorang untuk menjadi orang lain di zaman yang sama, apalagi menggugatnya agar tepat seperti tokoh lain pada masa yang berbeda. ‘Ali ibn Abi Thalib yang pernah diperlakukan begitu, punya jawaban yang telak dan lucu.

“Dulu di zaman khalifah Abu Bakar dan ‘Umar” kata lelaki kepada ‘Ali, “Keadaannya begitu tentram, damai dan penuh berkah. Mengapa di masa kekhalifahanmu, hai Amirul Mukminin, keadaanya begini kacau dan rusak?”

“Sebab,” kata ‘Ali sambil tersenyum, “Pada zaman Abu Bakar dan ‘Umar, rakyatnya seperti aku.
Adapun di zamanku ini, rakyatnya seperti kamu!”

Dalam dekapan ukhuwah, segala kecemerlangan generasi Salaf memang ada untuk kita teladani. Tetapi caranya bukan menuntut orang lain berperilaku seperti halnya Abu Bakar, ‘Umar, “Utsman atau ‘Ali.

Sebagaimana Nabi tidak meminta Sa’d ibn Abi Waqqash melakukan peran Abu Bakar, fahamilah dalam-dalam tiap pribadi. Selebihnya jadikanlah diri kita sebagai orang paling berhak meneladani mereka. Tuntutlah diri untuk berperilaku sebagaimana para salafush shalih dan sesudah itu tak perlu sakit hati jika kawan-kawan lain tak mengikuti.

Sebab teladan yang masih menuntut sesama untuk juga menjadi teladan, akan kehilangan makna keteladanan itu sendiri. Maka jadilah kita teladan yang sunyi dalam dekapan ukhuwah.

Ialah teladan yang memahami bahwa masing-masing hati memiliki kecenderungannya, masing-masing badan memiliki pakaiannya dan masing-masing kaki mempunyai sepatunya. Teladan yang tak bersyarat dan sunyi akan membawa damai. Dalam damai pula keteladannya akan menjadi ikutan sepanjang masa.

Selanjutnya, kita harus belajar untuk menerima bahwa sudut pandang orang lain adalah juga sudut pandang yang absah. Sebagai sesama mukmin, perbedaan dalam hal-hal bukan asasi
tak lagi terpisah sebagai “haq” dan “bathil”. Istilah yang tepat adalah “shawab” dan “khatha”.

Tempaan pengalaman yang tak serupa akan membuatnya lebih berlainan lagi antara satu dengan yang lain.

Seyakin-yakinnya kita dengan apa yang kita pahami, itu tidak seharusnya membuat kita terbutakan dari kebenaran yang lebih bercahaya.

Imam Asy Syafi’i pernah menyatakan hal ini dengan indah. “Pendapatku ini benar,” ujar beliau,”Tetapi mungkin mengandung kesalahan. Adapun pendapat orang lain itu salah, namun bisa jadi mengandung kebenaran.”

sepenuh cinta,
Salim A. Fillah

Bimbingan Belajar
www.rumahbelajarsukses.blogspot.com
Jalan Pondok Pinang 3 No 29 Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 021 29044776

Angola Resmi Melarang Islam, Kesepakatan Dengan RRC

Angola Resmi Melarang Islam, Kesepakatan Dengan RRC

Angola, sebuah negara di Afrika menjadi negara pertama yang secara resmi memberlakukan pelarangan terhadap agama Islam. Masjid menjadi bangunan yang terlarang, kitab suci al-Quran menjadi sekadar “buku” yang dilarang keberadaannya, sholat, puasa ramadhan, dan semua yang berbau Islam menjadi terlarang keras.

President Angola Jose Eduardo dos mendukung penuh pelarangan ini tanpa mempertimbangkan asas kebebasan memeluk agama bagi rakyatnya.
”Inilah akhir pengaruh Islam di negara kami,” ujarnya seperti dilansir dari Morroco News.

Presiden menetapkan pelarangan Islam melalui Menteri budaya, Rosa Cruz e Silva yang akan mengumumkan secara langsung. Menurut Silva, agama Islam memang belum mendapatkan izin dari pemerintahannya. ”Proses legalisasi Islam tidak disetujui oleh Kementerian kehakiman dan HAM. Masjid mereka akan segera ditutup,” katanya. Silva mengatakan pelarangan Islam bukan tanpa pertimbangan. Menurutnya Islam tidak sejalan dengan adat istiadat dan budaya masyarakat Angola, tanpa merinci budaya apa yang dimaksud.

Proses pelarangan eksistensi Islam di Angola diyakini bukan tanpa sebab dan tanpa proses panjang. Mungkin ada banyak sebab, dan mungkin pula salah satunya adalah “serbuan investor dan pekerja Negara Komunis RRC” ke Angola.

Cina Kuasai Angola, Sebentar Lagi Indonesia
Terkait dengan berbondong-bondongnya warga negara Cina ke Indonesia, Direktur Eksekutif Nurjaman Center for Indonesian Democracy (NCID) Jajat Nurjaman mengatakan, beredarnya video dengan judul Indonesia adalah Angola Berikutnya?

BUKA DIBAWAH INI

 (http://www.vidio.com/watch/91133-indonesia-angola-berikutnya%EF%BB%BF )

Pasalnya dalam video diatas terlihat tampak secara jelas pola Cina dalam menguasai sebuah negara.

“ Jokowi sepertinya memberikan kebebasan kepada RRC dalam masalah hubungan luar negeri, terlihat sekali dalam menjalin hubungan dengan Cina. Ini sudah merupakan bentuk penjajahan modern, jika dulu asing hanya bisa mengeruk hasil bumi Indonesia secara terbatas, yang terjadi sekarang malah semakin parah. Bukan hanya menguasai hasil bumi, namun berbagai mega proyek di Indonesia pun telah diserahkan ke Cina, sementara itu rakyat hanya akan jadi penonton bahkan menjadi tamu di negerinya sendiri”,,,

Bimbingan Belajar
www.rumahbelajarsukses.blogspot.com
Jalan Pondok Pinang 3 No 29 Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 021 29044776

Khazanah Islam

Tips-Tips

Category 5

 
Copyright © 2013 Ucu Suratman News
Design by FBTemplates | BTT